Rumah Panggung Kajang Leko-Rumah Adat Provinsi Jambi
Rumah Panggung Kajang Leko-Rumah Adat Provinsi Jambi
Jambi merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pesisir pulau Sumatera. Jambi merupakan kota yang memiliki kebudayaan melayu, hal ini terlihat dari bangunan-bangunan yang berdiri di kota Jambi, salah satunya adalah rumah adat Jambi (kajang leko).
Rumah kajang leko merupakan rumah adat yang berasal dari provinsi Jambi. Rumah kajang leko adalah salah satu rumah panggung di Indonesia yang terbuat dari kayu. Berbeda dengan rumah adat Papua, rumah kajang leko memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran yang beragam. Keunikan rumah panggung ini terletak pada konstruksi bangunan yang memiliki seni ukiran.
Rumah panggung kajang leko memiliki konstruksi bubungan atap rumah melengkung ke atas menyerupai perahu yang terbuat dari anyaman ijuk. Bubungan ini dinamakan jerambah atau ada juga yang menyebutnya dengan lipat kajang. Bagian dinding rumah kajang leko terbuat dari kayu dengan hiasan ukiran yang cantik.
Berdasarkan Fungsinya Rumah kajang leko terbagi menjadi 8 ruangan
- Ruangan pertama adalah jogan, ruangan ini berfungsi sebagai tempat istirahat untuk anggota keluarga, selain itu jogan juga digunakan sebagai tempat menyimpan air.
- Ruangan kedua bernama serambi depan yang difungsikan untuk menerima tamu, namun hanya tamu laki-laki yang ditempatkan di ruangan ini.
- Ruangan ketiga bernama serambi dalam, ruangan ini digunakan sebagai tempat tidur untuk anak laki-laki.
- Ruang keempat bernama amben melintang, ruangan ini dikhususkan sebagai kamar pengantin.
- Ruang kelima bernama serambi belakang, ruangan ini adalah kamar tidur bagi anak-anak perempuan yang belum menikah.
- Ruang keenam bernama laren, ruangan ini digunakan untuk menerima tamu perempuan, atau kebalikan dari serambi depan.
- Ruang ketujuh bernama garang, ruangan ini digunakan untuk mengolah makanan dan juga sebagai tempat menyimpan bahan makanan.
- Ruang kedelapan sekaligus ruangan terakhir adalah dapur yang digunakan untuk memasak hidangan makanan khas Jambi.
1. Asal Usul
Masyarakat Marga Batin V atau yang biasa disebut Orang Batin adalah salah satu suku yang menetap di Jambi. Menurut cerita, Orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto Rayo, yaitu sebuah dusun yang terletak sekitar 2 km sebelah ilir Rantau Limau Manis. Ada dua versi cerita tentang penyebab kepindahan ke-60 tumbi tersebut dari Dusun Koto Rayo. Versi pertama mengatakan bahwa Poyang Depati yang merupakan pemimpin ke-60 keluarga itu mempunyai seorang putri yang cantik jelita. Namun, ia selalu menolak setiap ada lamaran yang datang kepada putrinya karena tak satu pun dari para pelamar tersebut yang berkenan di hatinya. Maka untuk menyelamatkan putrinya, Poyang Depati mengajak seluruh keluarga dan warganya untuk meninggalkan Dusun Koto Rayo (Djafar dan Anas Madjid, 1986: 14).
Versi kedua menyebutkan bahwa kepindahan ke-60 keluarga tersebut dari Koto Rayo karena mereka terserang wabah penyakit dan sering mendapat serangan dari Batang Hari. Mereka menyusuri Sungai Tabir hingga akhirnya tiba di ujung Muara Semayo. Di tempat itulah mereka mengadakan perjanjian akan menyebar ke beberapa tempat untuk membuat dusun. Payong Deputi bersama 16 keluarga lainnya membuat dusun di ujung Muara Semayo yang diberi nama Tanjung Muara Semayo yang saat ini dikenal dengan Kelurahan Rantau Panjang. Sementara 41 keluarga lainnya membuat dusun di sepanjang Sungai Tabir, yaitu Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara jernih (Djafar dan Madjid, 1986: 15). Kelima dusun tersebut kini masuk ke dalam wilayah Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Salah satu dusun Orang Batin yang masih utuh hingga saat ini adalah Rantau Panjang. Masyarakat di dusun ini masih teguh memegang nilai-nilai budaya leluhur yang tercermin pada kesetiaan mereka melestarikan rumah Kejang Lako yang merupakan ciri khas dalam kesukuan mereka. Bangunan rumah ini disebut Kejang Lako karena kedua ujung bubungan sebelah atas melengkung sedikit ke atas sehingga menyerupai bentuk perahu (http://www.balarpalembang.go.id/). Ada juga yang menyebut rumah ini sebagai Rumah Lamo karena menurut sejarah rumah ini sudah cukup tua, yaitu diperkirakan sudah berumur ratusan tahun (Djafar dan Madjid, 1986: 22).
Tipologi rumah ini adalah rumah panggung yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang12 meter dan lebar 9 meter. Secara fungsional, rumah ini dibuat empat persegi panjang dengan tujuan untuk memudahkan dalam penyusunan ruang. Di dalam rumah ini terdapat berbagai etika dan tata kesopanan yang harus dijunjung tinggi, yang didasarkan pada ajaran-ajaran agama Islam. Ada penghormatan terhadap ninik mamak, jaminan perlindungan bagi anak-anak, hidup berkecukupan dalam keluarga, dan keharmonisan sosial dalam bermasyarakat (Irma Tambunan, Kompas 2007). Oleh karena itu, ruang anak gadis dengan pemuda harus diletakkan berjauhan. Ruang anak gadis biasanya terletak di bagian belakang, sedangkan ruang pemuda barada di bagian depan (Djafar dan Madjid, 1986: 22). Sementara alasan mengapa rumah ini dibuat dengan tipologi rumah panggung adalah karena faktor keamanan, yaitu aman dari serangan musuh yang bisa saja datang secara mendadak dan gangguan dari binatang-binatang buas (http://wisatamelayu.com).
Rumah-rumah Kejang Lako di Rantau Panjang dibangun dalam satu kompleks dengan berderet memanjang dan saling berhadap-hadapan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya rata-rata 2 meter. Di bagian belakang rumah Rejang Lako juga dibuat sebuah bangunan khusus untuk menyimpan padi yang disebut dengan bilik atau lumbung. Bentuk dan tipologi bangunan ini hampir sama dengan bangunan Kejang Lako, yaitu bertipologi rumah panggung dan berbentuk empat persegi panjang. Hanya saja ukurannya lebih kecil daripada rumah tempat tinggal.
Dalam mendirikan rumah Kejang Lako agar menjadi sebuah tempat tinggal yang aman, kokoh, tahan lama, serta memiliki nilai-nilai estitika, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu di antaranya pemilihan bahan, waktu dan tempat mendirikan rumah, dan teknik pembuatannya.
2. Struktur Bangunan
Rumah Rumah
Panggung Kajang Leko atau biasa disebut rumah Kajang Leko adalah sebuah
desain hunian yang baru ditetapkan menjadi rumah adat Jambi setelah
melalui proses pencarian yang panjang. Pada sekitar tahun 70 an,
Pemerintah berencana membangun TMII dan mewajibkan setiap provinsi untuk
mengirimkan desain ikon budayanya masing-masing. Gubernur Jambi pada
masa itu kemudian berusaha mencari satu di antara banyak desain rumah
adat yang ada di Jambi untuk ditetapkan sebagai ikon rumah adat Jambi.
Pencarian
yang dilakukan dengan sayembara bernama “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”
ini kemudian menemukan rumah adat Kajang Leko sebagai rumah dengan
desain tertua di Jambi. Rumah adat Kajang Leko sendiri adalah rumah
berstruktur panggung yang dikonsep dari arsitektur Marga Batin. Rumah
yang jika dilihat dari atas berbentuk persegi panjang dengan ukuran 12 x
9 meter ini, berdiri karena ditopang oleh 30 tiang berukuran besar yang
terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang pelamban. Karena merupakan
rumah panggung, maka ia dilengkapi dengan tangga sebagai pintu masuk
untuk menaiki rumah. Ada 2 tangga yang dimilliki rumah adat Jambi ini,
satu terdapat di sebelah kanan sebagai tangga utama, dan satu lagi
bernama tangga penteh.
Untuk bagian
atap, konstruksi rumah adat Kajang Leko disebut memiliki keunikan
tersendiri. Atapnya ini dinamai “Gajah Mabuk”, sesuai dengan nama
pembuat desainnya. Bubungan atap Gajah Mabuk akan tampak seperti perahu
dengan ujung atas yang melengkung. Lengkunan tersebut dinamakan potong
jerambah atau lipat kajang. Sementara untuk bagian langit-langit,
terdapat material yang bernama tebar layar. Tebar layar adalah semacam
plafon yang memisahkan ruangan loteng dengan ruangan di bawahnya.
Ruangan loteng sering digunakan sebagai ruang penyimpanan, oleh
karenanya pada rumah adat ini terdapat tangga patetah yang digunakan
untuk naik ke ruangan loteng.
3. Ciri Khas dan Nilai Filosofis
Jika kita
perhatikan dengan seksama bagaimana bentuk rumah adat Jambi, kita akan
bisa menemukan beberapa ciri khas yang menjadi keunikan desain rumah
adat ini dibanding desain rumah adat Indonesia dari provinsi lainnya.
Ciri khas rumah adat Kajang Leko ini antara lain: Berstruktur rumah
panggung tapi memiliki 2 buah tangga. Bentuk atapnya yang seperti perahu
dengan adanya cabang yang melengkung dan saling bertemu. Memiliki
banyak ukiran pada dindingnya dengan beragam motif. Ukiran motif ikan
melambangkan bahwa masyarakat Melayu adalah masyarakat nelayan,
sementara motif flora seperti motif buah-buahan, bunga, dan daun
melambangkan pentingnya peran hutan dalam kehidupan masyarakat Melayu
Jambi.Sumber : https://dtechnoindo.blogspot.co.id/2017/05/rumah-panggung-kajang-leko-rumah-adat.html