Rumah Adat Sumatera Utara Lengkap, Gambar dan Penjelasannya
Rumah Adat Sumatera Utara Lengkap, Gambar dan Penjelasannya - Di
bidang seni rupa Provinsi Sumatera Utara juga memiliki beberapa hal yang
menonjol terutama dari hasil arsitektur rumah adat, seni pahat, dan
seni ukir, serta hasil seni kerajinan. Provinsi ini memiliki beberapa
variasi bentuk dan ornamen. Di provinsi ini terdapat rumah adat Karo,
Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Melayu, dan Nias.
Perbedaan rumah adat Batak Toba, Karo, Simalungun, dan Nias terletak
pada bentuk arsitektur dan ragam hiasnya. Rumah adat Simalungun pada
dasarnya hampir sama dengan rumah adat Batak Toba, karena daerahnya
terletak antara permukiman suku Batak Karo dan suku Batak Toba. Di
bidang arsitektur Simalungun mempunyai ciri khas pada bangunannya, yaitu
konstruksi bagian bawah atau kaki bangunan selalu berupa susunan kayu
yang masih bulat-bulat atau gelondongan, dengan cara silang menyilang
dari sudut ke sudut. Ciri khas lainnya adalah bentuk atap berupa limasan
berbebentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya.
Rumah adat Siwaluh Jabu dan rumah adat Batak Karo bertiang tinggi. Satu
rumah biasanya dihuni oleh satu keluarga sampai delapan keluarga besar
Batak. Di dalam rumah tidak ada sekatan, satu ruangan lepas. Namun,
pembagian ruangan tetap ada, yaitu dibatasi oleh garis-garis adat
istiadat yang kuat, meskipun garis itu tidak terlihat. Tiap-tiap ruangan
mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah
ditentukan pula oleh adat.
Urutan ruangan dalam rumah Siwaluh Jabu sebagai berikut:
- Jabu Bena Kayu, yaitu ruangan didepan sebelah kiri yang didiami oleh pihak marga tanah dan pendiri kampung. la merupakan pengulu atau pemimpin rumah tersebut. Ruangan berikutnya yaitu Jabu Sedapur Bena Kayu. Ruangan ini menyatu dengan jabu bena kayu yang juga dinamai Sinenggel-ninggel. Ruang ini didiami oleh pihak Senina, yaitu saudara-saudaranya yang bertindak sebagai wakil pemimpin rumah tersebut. Sedapat artinya satu dapur karena setiap dua ruangan di depannya terdapat dapur yang dipakai untuk dua keluarga
- Jabu Ujung Kayu, dinamai pula Jabu Sungkun Berita. Ruangan ini didiami oleh anak Beru Toa yang bertugas memecahkan setiap masalah yang timbul.
- Jabu Sedapur Ujung Kayu, yaitu ruangan sedapur dengan Jabu Ujung Kayu yang dinamai Jabu Silengguri. Jabu ini didiami oleh anak beru dari Jabu Sungkun Berita.
- Jabu Lepan Bena Kayu, yaitu ruangan yang terletak berseberangan dengan Jabu Bena Kayu. Ruangan yang dinamai Jabu Simengaloken ini didiami oleh Biak Senina.
- Jabu Sedapur Lepan Bena Kayu, yaitu ruangan yang sedapur dengan Jabu Lepan Bena Kayu. Ruangan ini didiami oleh Senina Sepemeren atau Separiban.
- Jabu Lepan Ujung Kayu didiami oleh Kalimbuh yaitu pihak pemberi gadis. Ruangan ini disebut Jabu Silayari.
- Jabu Sedapur Lepan Ujung Kayu, yaitu ruangan yang sedapur dengan Jabu Lepan Ujung Kayu. Ruangan ini didiami oleh Jabu Simalungun Minum, Puang Kalimbuh yaitu Kalimbuh dari Jabu Silayari. Kedudukan Kalimbuh ini cukup dihormati di dalam adat.
Umumnya di setiap rumah adat Siwaluh Jabu terdapat empat buah
dapur yang masing-masing digunakan oleh dua keluarga, yaitu oleh
jabu-jabu yang bersebelahan. Tiap dapur terdiri atas lima buah batu yang
diletakkan sebagai tungku berbentuk dua segitiga bertolak belakang.
Segitiga tersebut melambangkan rukuh sitelu atau singkep sitelu yaitu tali pengikat antara tiga kelompok keluarga, kalimbuhu, senina, dan anak beru atau Sebayak.
Dinding rumah Siwaluh Jabu dibuat miring, berpintu, dan berjendela yang
terletak di atas balok keliling. Atap rumahnya berbentuk segitiga dan
bertingkat tiga yang juga melambangkan rukut-sitelu. Pada setiap
puncak dan segitiga-segitiga terdapat kepala kerbau yang melambangkan
kesejahteraan bagi keluarga yang mendiaminya. Pinggiran atap sekeliling
rumah di semua arah sama, menggambarkan bahwa penghuni rumah mempunyai
perasaan senasib sepenanggungan.
Bagian atap yang berbentuk segitiga terbuat dari anyaman bambu disebut lambe-lambe.
Biasanya pada lambe-lambe dilukiskan lambang pembuat dari sifat pemilik
rumah tersebut, dengan warna tradisional merah, putih, dan hitam.
Hiasan lainnya adalah pada kusen pintu masuk. Biasanya pada kusen pintu
masuk tersebut dihiasi dengan ukiran telur dan panah. Tali-tali pengikat
dinding yang miring disebut tali ret-ret dan terbuat dan ijuk
atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang
mempunyai dua kepala saling bertolak belakang. Maksudnya ialah cicak
dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan dua kepala saling bertolak belakang
melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan
saling menghormati.
Rumah adat Siwaluh Jabu selalu bertangga dengan jumlah anak tangga
ganjil dan dihuni oleh keluarga sebagai tempat tidur anak-anak dengan
orang tuanya sampai berumur empat belas tahun. Bagi anak laki-laki
dewasa atau bujangan tidur di tempat lain yang disebut Jambur.
Jambur juga digunakan untuk tempat menginap tamu laki-laki. Jambur
sebenarnya lumbung padi yang dipergunakan untuk tidur, bermusyawarah,
dan istirahat para perempuan dan laki-laki.
Rumah adat Batak Toba yang disebut Rumah Bolon, berbentuk
empat persegi panjang dan kadang-kadang dihuni oleh lima sampai enam
keluarga batih. Untuk memasuki rumah adat ini seseorang harus menaiki
tangga yang terletak di tengah-tengah rumah, dengan jumlah anak tangga
yang ganjil. Bila hendak masuk rumah Batak Toba, seseorang harus
menundukkan kepala agar tidak terbentur pada balok yang melintang. Hal
ini diartikan tamu harus menghormati si pemilik rumah. Tinggi lantai
rumah kadang-kadang sampai 1,75 meter di atas tanah dan bagian bawah
dipergunakan untuk kandang babi, ayam, dan sebagainya. Dahulu pintu
masuknya mempunyai dua macam daun pintu, yaitu daun pintu yang
horizontal dan vertikal. Akan tetapi, sekarang daun pintu yang
horizontal tidak dipakai lagi.
Ruangan dalam rumah adat merupakan ruangan terbuka tanpa kamar-kamar,
walaupun di rumah adat tersebut berdiam lebih dari satu keluarga. Namun
demikian, bukan berarti tidak ada pembagian ruangan, karena dalam rumah
adat ini pembagian ruangan dibatasi oleh adat mereka yang kuat. Ruangan
di belakang sudut sebelah kanan disebut Jabu Bong. Ruangan tersebut
ditempati oleh kepala rumah atau por Jabu Bong beserta istri dan
anak-anak yang masih kecil. Ruangan ini dahulu dianggap paling keramat.
Di sudut kiri berhadapan dengan Jabu Bong disebut Jabu Soding. Ruangan ini diperuntukkan bagi anak perempuan yang telah menikah, tetapi belum mempunyai rumah sendiri. Di
sudut kiri depan disebut Jabu Suhat. Ruangan tersebut digunakan untuk anak laki-laki tertua yang sudah kawin. Sementara itu, di seberang ruang Jabu Suhat terdapat Tampar Piring yang diperuntukkan bagi tamu.
Jika anggota keluarganya banyak, dibuatlah tempat di antara dua ruang
atau jabu yang berdempetan sehingga ruangan bertambah dua lagi dan
ruangan ini disebut Jabu Tonga-ronga ni jabu rona. Tiap keluarga
mempunyai dapur sendiri yang terletak di belakang rumah, berupa bangunan
tambahan. Di antara dua deretan ruangan yaitu di tengah-tengah rumah
merupakan daerah netral yang disebut telaga dan berfungsi sebagai tempat
bermusyawarah.
Rumah adat di Nias dibuat dengan ukuran lebih kecil dari rumah-rumah
adat aslinya. Bentuk rumah adat ini mewakili rumah adat dari Nias
Selatan. Rumah yang berbentuk empat persegipanjang dan berdiri di atas
tiang ini, menyerupai bentuk perahu. Dengan bentuk rumah seperti perahu
ini diharapkan bila terjadi banjir maka rumah dapat berfungsi sebagai
perahu. Untuk memasuki rumah adat ini terlebih dahulu harus menaiki
tangga dengan anak tangga yang selalu ganjil lima sampai tujuh buah. Ada
dua macam pintu, yaitu seperti pintu rumah biasa dan pintu horizontal
yang terletak di pintu rumah dengan daun pintu membuka ke atas. Pintu
masuk seperti ini mempunyai maksud untuk menghormati pemilik rumah agar
musuh sukar menyerang ke dalam rumah bila terjadi peperangan.
Ruangan pertama dalam rumah adat Nias ini disebut tawalo. Tawalo
berfungsi sebagai ruang tamu, tempat bermusyawarah, dan tempat tidur
para jejaka. Di bagian ruang tawalo sebelah depan terdapat lantai
bertingkat lima. Lantai pertama untuk tempat duduk rakyat biasa. Lantai
kedua atau bule digunakan untuk tempat duduk tamu. Lantai ketiga yang disebut dane-dane digunakan untuk tempat duduk tamu agung. Lantai keempat yang dinamakan salohate digunakan untuk tempat sandaran tangan bagi tamu agung. Lantai kelima yang disebut harefa digunakan untuk menyimpan barang-barang tamu. Di belakang ruang tawalo adalah ruang forema.
Ruangan ini digunakan untuk keluarga dan tempat untuk menerima tamu
wanita serta ruang makan tamu agung. Di ruang ini juga terdapat dapur.
Di samping dapur tersebut terdapat ruang tidur. Rumah adat Nias biasanya
diberi hiasan berupa ukiran-ukiran kayu yang sangat halus dan diukirkan
pada balok-balok utuh.
Bentuk bangunan dari suku Melayu berupa tempat peristirahatan atau
pesanggrahan yaitu suatu bangunan terbuka atau dengan lantai berwarna
putih dan mempunyai empat jenjang. Atapnya bersusun enam yaitu tiga
susun di bawah dan tiga susun pada puncaknya. Karena lantainya membentuk
segi lima, bangunan ini mempunyai lima buah tiang. Fungsinya sebagai
tempat istirahat atau berangin-angin raja-raja serta para petani raja
sehingga bangunan ini tidak berdinding sama sekali.Sumber : https://www.senibudayaku.com/2017/11/rumah-adat-sumatera-utara-lengkap.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar